⛱️ Sejarah Makam Siti Khadijah Di Bali

Tempatsiti Khadijah dimakamkan. BincangSyariah.Com - Siti Khatijah binti Khuwailid bin Asad merupakan istri pertama Nabi Saw. Ia merupakan istri yang paling lama bersama Nabi Saw. Menurut para ulama, Siti Khadijah bersama Nabi Saw selama dua puluh lima tahun, dan sebagian lagi mengatakan dua puluh empat tahun, terhitung sejak Nabi Saw AlMa'la terbentang di dataran tinggi bukit Jabal As-Sayyidah, perkampungan Al-Hujun yang letaknya tidak jauh dari Masjidil Haram. Jika Anda berada di Masjidil Haram, bisa keluar ke arah utara, berjalan kaki ke arah terminal Syib Amir sekitar 500 m. Setelah itu, Makam Ma'la berada di pojok utara terminal, sekitar 500 m. DiSini Rumah Dan Makam Isteri Rasulullah Khadijah di Mekkah (Video) LETAK RUMAH ISTRI ROSULULLAH SITI KHADIJAH DI SEKITAR MASJIDIL HARAM. MAKAM ISTRI PERTAMA NABI MUHAMMAD SAW SITI KHODIJAH. Sambungan dari.. E-Buku IH-124: Sejarah & Pemikiran Fadzil Pres/PAS Ke 6. E-Buku IH-18: 'PAS & Pemikiran Dr Mujahid' ISENGISENG BERHADIAH, SEMOGA SAJA BERMANFAAT BUAT AGAN-AGANWATI :D SEBELUM JAUH KEBAWAH DI :rate5 AJA DULU DAN MENERIMA TAMPUNGAN :cendols JANGAN DITIMPUK :batas NTR ANE BENJOL LAGI :ngakak :ngakak Sejarah Kelahiran Agama Besar Dunia Ini adalah urutan kelahiran Agama-agama yang terkenal di Dunia. Perlunya sejarah, agar kita tidak dibohongi oleh pemuka pemuka agama yang ingin meyakinkan para penga Bukanhanya itu, Urwah Al Bariqi juga dikenal sebagai sosok yang mampu menjual barang apapun yang ada di tangannya. 5. Umar bin Khatab. Sahabat Rasulullah berikutnya yang sukses menjadi pengusaha adalah Umar bin Khatab. Sama seperti Abdurrahman bin Auf, Umar bin Khatab juga merupakan pengusaha properti yang sukses. MediaCenter Haji (MCH) Kementerian Agama RI yang melakukan peliputan di Makkah melaporkan bahwa Almaghfurlah KH Maimoen Zubair yang wafat pada Selasa (6/8/2019) di Makkah dikuburkan sekitar 500 meter dari makam Siti Khadijah. Dalam laporan tersebut, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang terus mendampingi jenazah Mbah Maimoen mengungkapkan BerandaTokoh Terharu, Makam Mbah Moen Berjarak 500 Meter Dari Makam Siti Khadijah. Terharu, Makam Mbah Moen Berjarak 500 Meter Dari Makam Siti Khadijah. Dimas Choirul. 08/08/2019 | 14: 45: "Di Ma'la biasanya hanya sebagai tempat pemakaman khusus orang-orang Makkah. Kami terus memastikan agar Mbah Moen bisa dimakamkan di sana," ujar Artinya: Semoga disampaikan kepada ruh-ruh para Imam Mujtahid dan kepada mereka yang mengikutinya dalam hal agama dan kepada para ulama yang mendapat petunjuk dan kepada ahli Qur'an yang disertai ihklas dan kepada para imam ahli hadits dan ahli tafsir, kepada seluruh ahli tasawwuf yang nyata dan kepada ruh wali-wali Allah baik yang laki-laki maupun wanita, yang berada sebelah timur, barat Bagaimanasejarahnya sampai ada gerakan wahabi yang berseberangan dengan faham Ahlussunnah wal jamaah. Kami masih belum faham betul Buya, nXrhJj. Wali Pitu Bali – Salah satu tujuan pariwisata di Bali yang banyak diminati oleh wisatawan muslim yang sedang datang untuk liburan di Bali ialah Paket Ziarah Wali Pitu Bali. Paket perjalanan wisata rohani atau wisata religi ini banyak dicari oleh kalangan pengajian, pesantren maupun individual yang ingin napak tilas wali pitu di keberadaan para penyebar agama islam ini pada jaman dahulu membuat Pulau Bali banyak memiliki penganut Agama Islam. Dan walaupun para pemuka agama tersebut sudah tiada, namun keberadaan makam keramat bliau juga sangat sering di kunjungi oleh para wisatawan yang ada 7 buah makam keramat yang sering di kunjungi oleh para wisatawan yang datang ke Bali. Untuk itu kami merangkum halaman Wali Pitu Bali ini sebagai bahan refrensi anda saat akan mengunjungi makam keramat di Bali Wali Pitu di BaliHabib Ali bin Umar Bafaqih Desa Loloan Barat, Kabupaten Jembrana Raden Mas Sepuh/ Pangeran Mangkuningrat Pantai Seseh, Kabupaten Badung Habib Ali bin ABu Bakar bin Umar bin Abu Bakar Al Hamid Pantai Kusamba, Kabupaten Klungkung Habib Ali Zainal Abidin Al Idrus Bungaya, Kabupaten Karangasem Syekh Maulana Yusuf Al Baghdi Al Maghribi Kabupaten Karangasem Habib Umar bin Maulana Yusuf Al Maghribi Bedugul, Kabupaten TabananSyekh Abdul Qodir Muhammad Karangkupit Temukus, Kabupaten Buleleng Menurut pustaka lainnya, juga terdapat salah satu makam lainnya yang sering di kunjungi oleh para jamaah rohani, ialah makam Siti Khadijah putri dari Raja Cokorde Pemecutan III yang masuk agama Islam setelah menikah dengan Prabu Cakraningrat IV yang berasal dari Bangkalan Madura. Terlbih lagi lokasi makam ini berada di kawasan Kota Denpasar, jadi sembali checkin di hotel tempat menginap, banyak wisatawan yang mampir ke lokasi makam-makam ini juga banyak berada di sekitar pemukiman masyarakat Hindu, bahkan perkembangan Agama Islam di Bali ini juga di hormati oleh warga Hindu sekitarnya. Serta banyak makam-makam yang di jaga oleh masyarakat Hindu sehingga toleransi di Bali sangat dan Lokasi Makam KeramatHabib Ali bin Umar Bafaqih – Bliau adalah seorang wali yang selama hidupnya banyak menyebarkan Agama Islam di kawasan Kabupaten Jembrana. Bliau merupakan tokok Islam yang berasal dari Kota Banyuwangi yang datang ke Pulau Bali pada tahun 1917. Bliau mendapatkan pendidikan agama islam dari Mekah tahun 1935 dan wafat di usia 107 Tahun pada tahun 1997. Bliau juga mendirikan sebuah Pondok Pesantren yang bernama Syamsul Huda berlokasi di Kampung Ampel Loloan Barat, Kabupaten Jembrana. Raden Mas Sepuh/ Pangeran Mangkuningrat – Yang merupakan anak dari Raja Mengwi ke V yang menikah dengan anggota keluara Kerajaan Blmbangan di Jawa Timur. Semasa kecil, Pangeran Mangkuningrat ini banyak di asuh oleh ibundanya di Blambangan. Dan saat ia beranjak dewasa, ia memutuskan untuk pergi ke Pulau Bali untuk menemui sang ayah yang berada di Kerajaan Mengwi. Saat ia datang ke tersebut terjadilah kesalahpahaman diantara keluarga di Bali, dan karena dirasa tidak ada jalan keluar maka Pangeran Mas Sepuh ini memutuskan untuk kembali ke Blambangan. Namun saat diperjalanan pulang terjadi keributan dengan sekelompok orang bersenjata yang tidak cerita yang mengatakan pada pertempuran tersebut bliau meninggal, ada yang mengatakan bahwah pertempuran tersebut dimenangkan oleh Pangeran dan bliau memutuskan untuk tinggal dan menetap di daerah Pantai Seseh dan akhirnya meninggal lalu dimakamkan disana. Habib Ali bin Abu Bakar bin Umar bin Abu Bakar Al Hamid – Konon pada dahulu kala, bliau merupakan Guru sekalian seorang penerjemah Bahasa Melayu bagi raja Klungkung dan ia sangat dipercaya oleh Baginda Raja. Sehingga bliau banyak diberikan hadian oleh sang Raja dan juga sebuah tanah untuk pendidikan yang bebas dari Pajak di daerah Kusamba hingga saat sayang ternyata kedekatan bliau dengan raja membuat seorang Patih cemburu dan berecana untuk membunuhnya melalui tangan pembunuh bayaran. Sehingga suatu hari saat Habib Ali sedang keluar kompleks istana dengan menaiki kuda pemberian sang Raja terjadilah pertarungan sehingga menyebabkan Habib tewas dan mayatnya ditemukan oleh masyarakat sekitar lalu dikebumikan di Desa pada malam hari setelah di kebumikan, makam bliau mengeluarkan kobaran api yang besar lalu api tersebut bagaikan bola api yang terbang mencari para pembunuhnya di tempat persembunyian lalu menghanguskan mereka satu-persatu hingga tak tersisa. Habib Ali Zaenal Abidin Al Idrus – Merupakan seorang kuncen juru makam yang menjaga makam kuno. Semasa hidupnya ia juga merupakan seorang ulama besar yang arif dan bijaksana serta memiliki banyak santri yang berasal dari Bali, Lombok dan daerah sekitarnya. Makam Keramat Habib Ali Zaenal ini berlokasi di Kuburan Banjar Kecicang Bali, Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Ali Zaenal Abidin Al Idrus selain sebagai guru ngaji, ia juga merupakan guru tasawuf dan juga guru silat. Dan bliau memiliki tiga orang istri yang mana dari istri pertama memiliki delapan anak, istri kedua memiliki lima anak dan istri terakhir tidak memiliki makam Habib Ali Zaenal Abidin Al Idrus di jaga oleh putra ke-enam Habib, yang bernama Habib Muchdor. Dimana saat itu anaknya yang memprakarsai pembangunan makam dan kemudian penjagaan makam di wariskan kepada adik-adiknya. Syekh Maulana Yusuf Al Baghdi Al Maghribi – Tepat di sebelah makam Habib Ali Zaenal Abidin Al Idrus, terdapat sebuah makam kramat yang tidak seorang pun tau asal usul dari makam tersebut. Diperkirakan makam tersebut sudah ada sekitar 350-400 tahun sebelumnya. Diperkirakan makam tersebut dimiliki oleh Syekh Maulana Yusuf Al Baghdi Al Maghribi, soorang tokoh islam di jamannya. Ada kabar yang berkembang, dimana saat letusan dahsyat Gunung Agung yang begitu hebat, makam ini tidak sedikit pun terkena muntahan lahar maupun hujan abu, bahkan makam ini tidak tersentuh walaupun hanya sebutih pasir. Padahal disekitar makam ini porak-poranda semuanya hancur tak tersisa. Habib Umar bin Maulana Yusuf Al Maghribi – Merupakan seorang wali yang termasuk dalam Wali Pitu Bali yang banyak berjasa memberikan ajaran-ajaran keagamaan Islam di kawasan Desa Candikuning Bedugu, Kecamatan Baturiti, Tabanan dan sekitarnya. Sebelum Habib Umar bin Maulana Yusuf Al Maghribi wafat sekitar abad XV, ia sempat membuat kerajan yang bernama kerajaan Beratan. Hingga pada suatu waktu bliau menjadi puncak bukit untuk bersemedi di puncak bukit. Karena tidak pernah kembali, maka tempat tersebut dibuatkan makam. Hingga saat ini banyak para peziarah yang datang ke puncak bukit ini dimana anda harus berjalan kurang lebih 3 jam jalan kaki menelusuri hutan belantara. Syekh Abdul Qodir Muhammad – memiliki nama lahir yang bernama The Kwan Lie, ia merupakan seorang pengawal Putri Ong Tien yang berlayar menuju Cirebon untuk menikah dengan Sunan Gunung Jati. Dimana setelah tiba disana ua memutuskan untuk berguru ajaran islam kepada. Setelah lama berlajar ilmu islam, ia pun mendapatkan nama Syekh Abdul Qadar Muhammad dan ditugaskan untuk memulai berdakwah di pesisir Pulau Bali mulai dari kabupaten Karangsem, Kabupaten Buleleng hingga Kabupaten ini di samping makam Syekh Abdul Qadar Muhammad teradpat beberapa makam tak bernama yang disebut sebagai murid dari Syekh Abdul Qadar Muhammad. Lokasi makam kramat ini berada di daerah Pantai Lovina berlokasi di pinggir jalan besar yang menghubungkan Gilimanuk dengan Kota Singaraja Bali memang memiliki banyak pesona wisata yang memukai baik itu alam, kebudayaan, kuliner hingga tempat ibadah banyak dicari oleh masyarakat di Bali. Baca juga daftar masjid dan mushollah di Bali, yang bisa menjadi refrensi anda untuk singgah saat hendak sholat di Bali. Atau anda juga bisa melihat refrensi halaman daftar kuliner rumah makan halal di Bali. Ke Bali, jika khawatir terlalu terkesan profan, ada baiknya diselingi ritus ziarah makam. Sekedar napak tilas dakwah Islam atau bertawassul, semua tak ada jeleknya, Inilah pariwisata Bali dengan kemasan religi. Ada tujuh pesona situs wali di Bali diantaranya adalah 1. Pangeran Mas Sepuh alias Raden Amangkurat, yang punya nama Bali, Ida Cokordo. Ia putra Raja Mengwi I yang menikah dengan seorang putri muslimah dari Kerajaan Balambangan, Banyuwangi, Jawa Timur. 2. Dewi Khotijah Dewi Khadijahatau dikenal sebagai makam Keramat Pamecutan, terletak di Jalan Batu Karu, Pamecutan, Kampung Monang-Maning, Denpasar. Dewi Khadijah, bernama asli Ratu Ayu Anak Agung Rai 3. Syaikh Umar bin Maulana Yusuf al-Maghribi yang makamnya berada di Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Karangasem 4. Habib Ali Zainal Abidin Al-Idrus yang juga dimakamkan di Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Karangasem. 5. Habib Syaikh Mawlaya Yusuf al-Baghdadi al-Maghribi, yang dimakamkan tidak jauh dari makam Habib Ali bin Zainal Al-Idrus di Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Karangasem. 6. Habib Ali bin Abubakar bin Umar al-Hamid, makamnya terdapat di Desa Kusumba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. Makam keramat ini terletak tak jauh dari selat yang menghubungkan Klungkung dengan pulau Nusa Penida. 7. Syaih Abdul Qadir Muhammad, yang nama aslinya Thee Kwan Pau-lie, di Desa Temukus, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Namun dari dua makam wali yang sempat terjamah ziarah, makam Raden Siti Khotijah memberi kesan tersendiri. Hujan mengguyur deras waktu rombongan keluarga MAN Tambakberas ziarah kesana. Hari itu, Rabu, 28 Desember 2010, bersamaan dengan kaum Hindu melaksanakan peribadatan di areal makam. Makam Siti Khotijah nama ini seperti yang tertulis di bangunan areal makam sepertinya hanya satu-satunya bangunan bernafas Islam di area seluas 9 ha pura milik raja Pamecutan di Denpasar. Siti Khotijah sendiri adalah putri kesayangan raja Pamecutan yang menikah dengan pangeran Cakraningrat IV dari Madura. Setelah menikah, dia masuk Islam dan mengikuti suaminya ke Madura. Suatu hari, raja Pamecutan melaksanakan hajat upacara besar, Ngaben. Khotijah, disamping rindu kampung halaman juga sangat ditunggu oleh ayahnya yang lama tak bertemu. Pulanglah ia dikawal 40 orang terdiri dari 20 pengawal dan 20 dayang. Suatu maghrib, Khotijah hendak melaksanakan sholat dengan mengenakan rukuh. Sang Patih yang melihat penampilannya mengira Khotijah sedang melaksanakan ritual per-Leak-an. Lazimnya, penganut leak melaksanakan ritual pada saat menjelang pergantian siang dan malam. Dan hukum yang berlaku di kerajaan Pamecutan adalah menghukum mati semua penganut leak. Kejadian hari itu dilaporkan Patih kepada raja Pamecutan. Dengan hati sedih, raja menyuruh kepala pengawal untuk membawa sang Putri ke sebuah taman dan mengeksekusinya disana. Saat dibawa ke taman, sang Putri mengetahui maksud para utusan raja. Diapun melambari dengan perkatannya " Aku tahu maksud kalian. Tapi ketahuilah bahwa tubuhku tak mempan senjata apapun. Kalau kau ingin melaksanakan titah raja, lakukan dengan senjataku ini. Tapi ingat, kalau jenazahku nanti berbau busuk, berarti aku memang betul2 penganut leak, tapi jika tubuhku wangi, maka aku tidak bersalah", kata Putri sambil menyerahkan sebatang tusuk konde emas yang dibungkus daun sirih, senjata yang diberi suaminya, Cakraningrat sebagai bekal untuk berjaga-jaga selama di Bali. Sebelumnya Sang Putri mewanti-wanti agar dibangunkan makam Islam di tempat dia terbunuh. Semerbak harum dupa menjelajah seluruh area taman raja Pamecutan, begitu darah putri mengalir seiring tusuk konde yang ditusukkan Sang Pengawal ke tubuh Sang Putri. Sesuai pesan putrinya, raja Pamecutan membuatkan makam Islam untuk putri kesayangannya dan memerintahkan Kepala Pengawal untuk menjaga kuburannya hingga ke anak turunnya nanti, meskipun mereka tetap menganut ajaran Hindu. Di samping makam Siti Khotijah tumbuh pohon keramat yang konon berasal dari rambutnya. Daun pohon ini diyakini mempunyai khasiat penyembuhan, tidak saja bagi peziarah Islam, tapi juga para penganut Hindu di sekitarnya. Sedangkan 40 pengawal dari Madura di anugerahi tanah dan tak boleh kembali ke Madura. Mereka ini menjadi cikal bakal penghuni kampung Jawa yang terkenal itu. Satu hal yang menurut saya unik adalah, pak Mangku, juru kunci, cucu Kepala pengawal raja Pamecutan itu penganut Hindu tulen. Beberapa makam wali di Bali juga dijaga juru kunci dan diziarahi para penganut Hindu pada hari peribadatan, mereka membakar kemenyan di tempat tersebut. Yang meninggal saja bisa mengayomi beberapa umat, mengapa yang hidup tidak? Setelah ditemukannya makam Walipitu ke-1 di atas, kemudian ditemukan 2 makam keramat lainnya di kota Denpasar, yakni 1 Makam keramat Pamecutan, milik Gusti Ayu Made Rai, alias Raden Ayu Siti Khotijah di Jln. Batu Karu Pamecutan Kota Denpasar Barat, dan 2 Makam keramat Pangeran Sosorodiningrat dari Mataram Islam di desa Ubung, dekat terminal Bus kota Denpasar. Menurut Tim penelusuran dan penelitian Walipitu, kedua tokoh ini tidak termasuk hitungan Walipitu Bali. Makam keramat Pangeran Sosrodiningrat, menurut cerita versi ke-1 merupakan makam milik Pangeran Sosrodiningrat, suami Raden Ayu Siti Khotijah. Dia menikai Siti Khodijah karena telah berjasa membantu ayahandanya, Raja I Gusti Ngurah Gede Pamecutan, ketika berperang melawan Kerajaan Mengwi dan mendapat kemenangan. Lokasi makamnya di kampung Ubud dekat terminal bus kota Denpasar. Kini, makam keramat Pangeran Sosrodiningrat dibawah pengawasan dan pemeliharaan Bapak Ishaq, sesepuh Kampung Islam Kepaon Denpasar. Sedangkan Makam Keramat Pamecutan merupakan makam Islam milik seorang putri kerajaan Badung-Pamecutan yang bernama asli Gustu Ayu Made Rai. Nama lainnya adalah Raden Ayu Anak Agung Rai dan Raden Ayu Siti Khotijah nama setelah dia masuk Islam. Menurut satu sumber dari keluarga Puri Pamecutan Lanang Dawan, bahwa Raden Ayu adalah putra Raja Pamecutan III yang bergelar Ida Bhatara Maharaja Sakti, dan adik dari Raja Pemecutan IV, I Gusti Ngurah Gede Pemecutan. Sedangkan menurut sumber yang lain Bpk KH M. Ishak, tetua desa Kepaon, beliau adalah adik dari Raja Cokorda Pamecutan III. Lolasi makamnya di Jl. Batu Karu kota Denpasar Barat, searah dengan jalan menuju perumnas Monang-maning Denpasar. Makam keramat ini berhadapan dengan sebidang tanah yang cukup luas sebagai tempat “ngaben” pembakaran mayat umat Hindu. SEJARAH TOKOH. Siapa sebenarnya Raden Ayu Siti Khotijah?. Dalam hal ini terdapat dua versi cerita yang berkembang di tengah masyarakat. Versi 1 Sejarah, cerita, mitos ataupun legenda versi pertama ini bersumber dari buku “Sejarah Wujudnya Makam Sab’atul Auliya’, wali pitu di Bali”, berdasarkan keterangan dari KHM Ishak, tetuta agama Islam di Kampung Islam Kepaon Denpasar yang memiliki hubungan dekat dengan kerabat Puri Pemacutan, sebagai berikut Raden Ayu Siti Khodijah adalah nama beliau setelah berikrar masuk agama Islam. Nama aslinya adalah Ratu Ayu Anak Agung Rai. Dia adalah putri Raja Pemecutan Cokorda III yang bergelar Bathara Sakti yang memerintah sekitar tahun 1653 M Menurut sumber lain, memerintah tahun 1697 dan wafat tahun 1813 M.. Raden Ayu Siti Khotijah dinikahkan dengan Pangeran Sosrodiningrat alias Raden Ngabei Sosrodiningrat yang telah berjasa membantu kerajaan Badung Pamecutan berperang melawan kerajaan Mengwi pada tahun 1891, sampai membawa kemenangan. Pada waktu Raja Pamecutan tengah berperang, salah seorang prajuritnya menahan seorang pengelana di Desa Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali. Orang yang ditahan tersebut diduga menjadi telik sandi atau mata-mata musuh. Ia lalu dihadapkan kepada Raja Pamecutan untuk diusut. Akhirnya diketahui, ternyata dia adalah Pangeran Sosrodiningrat, seorang senopati dari Mataram yang sedang berlayar menuju Ampenan pulau Lombok. Namun perahu yang ditumpanginya bersama 11 orang pengiring dihantam badai yang cukup dahsyat sampai kapalnya pecah dan tenggelam. Pangeran Sosrodiningrat berhasil lolos dari kematian dan terdampar di pantai selatan Desa Tuban kecamatan Kuta, kabupaten Badung, sementara 11 orang pengiringnya tidak diketahui nasibnya. Setelah mengetahui identitasnya sebagai seorang senopati Mataram, Raja Pamecutan meminta kesediaannya untuk memimpin prajurit yang sedang berperang. Raja Pamecutan berjanji kepadanya, apabila perang telah usai dan meraih kemenangan, maka ia akan dinikahkan dengan putrinya. Pangeran bersedia membantu untuk memperkuat pasukan yang sudah ada di medan perang, tanpa memikirkan janji raja. Dia malah berpikir apakah mungkin dapat menikah dengan seorang putri yang beragama Hindu, sedangkan dirinya beragama Islam. Setelah perang selesai dan dimenangkan oleh pasukan Kerajaan Pamecutan, maka Raja memenuhi janjinya dan Pangeran Sosrodiningrat benar-benar dinikahkan dengan putrinya, Ratu Ayu Anak Agung Rai. Setelah dipersunting oleh Pangeran, Raden Ayu kemudian memeluk agama Islam, namanya diganti menjadi Raden Ayu Siti Khotijah. Dia bersungguh-sungguh menekuni, mempelajari dan melaksanakan ajaran Islam secara baik. Setelah berlangsung beberapa tahun, musibah datang menimpa Raden Ayu. Pada suatu malam, seperti biasanya dia mengerjakan shalat tahajjud dengan mengenakan mukena / rukuh berwarna putih didalam kamarnya yang gelap di lingkungan komplek keputren Pura Pemecutan. Pintu kamarnya yang biasanya selalu tertutup, saat itu dalam posisi terbuka karena dia lupa tidak menguncinya, sehingga punggawa kerajaan yang sedang berjaga-jaga ketika itu secara tidak sengaja melihat gerakan tangan yang sedang diangkat keatas untuk takbirotul ihrom sambil membaca “Allohu Akbar”, yang menurut pendengaran punggawa tersebut berbunyi “makeber”,yang dalam bahasa Bali berarti “terbang”. Seluruh gerak-gerik sholat Raden Ayu tersebut terus diperhatikan oleh punggawa dan dikiranya sebagai pekerjaan leak orang jadi-jadian yang berbuat jahat. Karena menurut keparcayaan masyarakat Bali, diantara ciri-ciri leak adalah berpakaian putih-putih dan anggota tubuh seperti tangan, kepala dan kaki tertutup rapat, sedangkan gerakan sujud, duduk dan jongkok rukukseolah-olah persiapan leak untuk terbang. Sang punggawa langsung saja melaporkan kepada Raja, bahwa di kamar Keputren ada leak yang sedang beraksi dan akan terbang. Raja sangat marah setelah mendapatkan laporan tersebut dan tanpa pikir panjang lalu memerintahkan beberapa punggawa lainnya agar segera mendatangi kamar tersebut dan membunuh apa yang mereka sangka sebagai leak itu. Para punggawa secara cepat melaksanakan perintah sang Raja. Mereka mendatangi kamar Raden Ayu yang masih dalam keadaan terbuka. Ketika itu Raden Ayu sedang sujud. Tanpa memikirkan risiko yang akan terjadi, para punggawa menyerbu kedalam kamar dengan senjata terhunus dan langsung menancapkan tombaknya tepat ke punggung Raden Ayu, dan kontan saja darah segar muncrat ke atas disertai suara jeritan “Alloohu Akbar” tiga kali. Bersamaan dengan itu, terjadilah keanehan yang luar biasa, bahwa darah segar yang keluar dari punggung Raden Ayu memancarkan cahaya terang kebiru-biruan ke atas, menembus dinding-dinding atap kamar menyebar ke langit dan menerangi Pura Pamecutan. Bahkan seluruh kota Denpasar pun terlihat terang-benderang seperti keadaan di siang hari. Seluruh penduduk kota Denpasar sangat terkejut dengan kejadian tersebut, terutama keluarga dan Raja Pamecutan sendiri. Selang beberapa saat, para punggawa melaporkan kepada Raja, bahwa yang dibunuhnya ternyata bukan leak, melainkan Raden Ayu Siti Khotijah. Itulah peristiwa tragis yang terjadi di Pura Pamecutan akibat salah terka dari para punggawa, serta kurangnya kewaspadaan dan tanpa penyelidikan secara cermat oleh baginda Raja, sehingga Raden Ayu menjadi korban pembunuhan atas perintah baginda Raja sendiri. Jenazah Raden Ayu yang masih dalam keadaan tertelungkup-sujud dengan tombak yang terhunjam di punggungnya sulit dicabut dan dibujurkan. Keluarga kerajaan berusaha ingin menolong untuk mencabut tombak dari punggung Raden Ayu tidak dapat berbuat apa-apa. Baginda Raja kemudian meminta bantuan umat Islam yang ada di sana kampung Kepaon agar merawat jenazah putrinya menurut tata-cara Islam. Umat Islam segera membantu merawat jenazahnya, mulai dari memandikan, mengafani, mensholati, sampai memakamkannya dan semuanya berjalan lancar. Namun ada satu hal yang tak dapat diatasi, yaitu batang tombak yang menghujam di punggungnya tidak dapat dicabut. Akhirnya, atas keputusan semua pihak, jenazah dimakamkan bersama tombak yang masih berada di punggungnya. Anehnya, batang tombak dari kayu tersebut bersemi dan hidup sampai sekarang, menjadi sebuah pohon besar yang berdiri tegak di atas makamnya. Versi 2 Sejarah, cerita, mitos ataupun legenda menurut versi yang kedua bersumber dari buku “Sejarah Keramat Agung Pamecutan, Makam Raden Ayu Pamecutan alias Raden Ayu Siti Khotijah”, yang ditulis oleh juru kunci makam keramat Pamecutan, Jro Mangku I Made Puger, sebagai berikut Gusti Ayu Made Rai merupakan salah satu putri kesayangan Raja Pamecutan, I Gusti Ngurah Gede Pamecutan, yang sangat cantik. Ketika menginjak dewasa, Sang putri bertahun-tahun tertimpa penyakit liver penyakit kuning.. Berbagai upaya sudah dilakukan, namun tidak sembuh. Sang Raja memutuskan untuk melakukan “tapa semedi” di Pamerajan puri, yaitu suatu tempat suci didalam istana. Dari sana beliau mendapatkan pawisik 16 agar Sang Raja mengadakan sayembara sabda pandita ratu, yang isinya, bahwa Barang siapa yang berhasil mengobati dan menyembuhkan penyakit putrinya, kalau dia perempuan maka akan diangkat menjadi anak angkatnya. Kalau dia lelaki dan memang jodohnya maka akan dinikahkan dengan putrinya itu. Sayembara telah tersebar ke seluruh jagat dan sampai ke pulau Jawa. Salah seorang syekh dari Yogyakarta mendengar hal itu. Segeralah ia memanggil dan memerintahkan Pangeran Cakraningrat IV, salah satu murid kesayangannya yang sangat tampan dari Bangkalan Madura, agar bersedia mengikuti sayembara di Puri Pamecutan Bali. Pangeran Cakraningrat IV mentaati perintah gurunya itu, maka berangkatlah ke Bali dengan diiringi oleh 40 orang pengiring. Ia kemudian menemui Raja Pamecutan untuk ikut bersaing dalam sayembara yang juga diikuti oleh banyak pangeran atau putra raja dari berbagai kerajaan di Nusantara, terutama dari Bali sendiri. Ringkas cerita, ketika sampai pada gilirannya, sang Raja memanggil putri Gusti Ayu Made Rai dan diperkenalkan kepada Pangeran Cakraningrat IV. Perkenalan dan pandangan pertama putri kepada Pangeran ini membuat hati kedunya bergetar, suatu pertanda ada perjodohan. Pengobatan pun dimulai dan dalam waktu singkat penyakit putri dapat disembuhkan secara total. Sang Raja kemudian memanggil Pangeran ke istana untuk mengucapkan terima kasih dan menanyakan tanggapannya terhadap putrinya. Dijawab oleh Pangeran bahwa sejak perkenalan pertama, dia sudah terpesona dan mencintai sang putri, demikian pula sebaliknya tanggapan sang putri. Sang Raja lalu menikahkan Pangeran Cokroningrat IV dengan putrinya di Puri Pamecutan yang disaksikan oleh 40 pengiring Pengeran dan segenap keluarga Raja. Selang beberapa hari setelah pernikahan tersebut, Pangeran Cokroningrat IV berpamitan dan mohon diri untuk pulang dengan membawa serta isterinya ke Bangkalan Madura. Sesampainya di Bangkalan Madura, diadakan peresmian pernikahan kedua bangsawan tersebut menurut tradisi Islam. Tak lama berselang, Ratu Ayu Made Rai menyatakan diri masuk Islam dan namanya pun diganti menjadi Raden Ayu Siti Khotijah. Setelah keislamannya itu, Raden Ayu sebagai seorang muslimah yang taat, selalu berusaha menjalankan ajaran agama Islam secara tekun, terutama sholat lima waktu dan tahajud, puasa dam ibadah lainnya, serta selalu berusaha meningkatkan kualitas agamanya dengan aktif mengikuti pengajian-pengajian. Sekalipun sebagai isteri keempat, kehidupan Raden Ayu bersama ketiga isteri Pangeran Cokroningrat IV lainnya terbilang rukun, tentram dan damai. Raden Ayu Siti Khotijah sudah beberapa tahun tinggal di dekat suaminya. Ia rindu kepada ayah, bunda dan keluarganya di puri Pamecutan. Pangeran Cokroningrat IV sangat mengerti dan memaklumi keinginan isterinya itu. Mengingat kesibukannya yang begitu padat, Pangeran tidak sempat mengantarkannya sendiri ke puri Pemecutan, akan tetapi menugaskan kepada 40 orang yang terdiri dari pengawal dan danyang untuk mengiringi isterinya. Pangeran hanya memberinya bekal berupa guci kuna, keris dan benda pusaka “tusuk konde” yang diselipkan di rambut isteri. Sesampainya di puri Pemecutan, Raden Ayu beserta rombongan disambut keluarganya dengan suka cita. Raden Ayu tidur di kamar komplek keputren puri Pemecutan, sedangkan rombongannya menginap di Taman Kerajaan di Monang-Maning Denpasar. Ketika tiba waktu sholat maghrib, dia melaksanakan sholat maghrib di Merajan Puri tempat suci didalam istana. Tahlilan di makam Siti Khotijah Raden Ayu melaksanakan sholat sambil menghadap ke kiblat barat dengan mengenakan mukena rukuh berwarna putih. Ketika itu Patih kerajaan secara tidak sengaja melihat gerak-gerik sholatnya seperti berdiri, rukuk, sujud, dan duduk yang menurutnya sangat aneh, karena umat Hindu di Bali melakukan sembahyang sambil menghadap ke arah timur bukan ke barat. Patih kerajaan memang hampir tidak pernah menyaksikan orang-orang Islam sembahyang menghadap ke barat, sehingga wajar bila ia menganggapnya aneh. Dengan cara sholat seperti itu, Raden Ayu dikira sedang “ngeleak” mempraktekkan ilmu hitam leak. Ki Patih kemudian memberitahukan hal itu kepada Raja bahwa putrinya sedang mempraktekkan ilmu hitam leak, dan seketika itu Raja sangat murka. Tanpa mengkonfirmasikan hal itu kepada putrinya, sang Raja langsung memerintahkan ki Patih agar membunuh putrinya tersebut. Ki Patih mengajak Raden Ayu yang diiringi oleh 40 pengawal dan danyangnya menuju ke Setra pekuburan di Badung. Sesampainya di depan Pura Kepuh Kembar, Raden Ayu menegaskan dan berpesan kepada Ki Patih, sebagai berikut “Paman Patih, aku sudah punya firasat bahwa aku dibawa ke sini akan dibunuh. Oleh karena ini perintah ayahku selaku Raja, silahkan paman Patih laksanakan. Perlu paman Patih ketahui, di “Pemerajan” tadi aku sedang menuju Alloh, melaksanakan sembahyang maghrib sesuai tata cara agama Islam yang aku anut. Tidak ada niat jahat, apalagi ngeleak. Kalau paman Patih ingin membunuh aku, janganlah menggunakan senjata tajam. Percuma, tidak akan mempan. Akan tetapi gunakan cucuk kondeku ini yang digulung dengan daun sirih dan diikat dengan benang tridatu benang tiga warna putih, hitam dan merah. Selanjutnya, tusukkan cucuk konde tersebut ke dadaku. Bila aku sudah mati, maka akan keluar asap dari badanku. Jika asap tersebut berbau busuk, kuburlah mayatku di sembarang tempat. Tetapi jika berbau wangi, tolong buatkan aku tempat suci yang disebut keramat kuburan”. Ki Patih melaksanakan apa yang telah disarankan oleh Raden Ayu. Seketika itu, Raden Ayu roboh dan wafat. Dari badannya keluar bau sangat wangi seperti bau kemenyan madu atau menyan arab yang menyebar ke seluruh Setra pekuburan yang luasnya 9 Ha. Pengiring Raden Ayu asal Bangkalan, Ki Patih dan pengawal kerajaan yang menyaksikan kejadian tersebut ada yang pingsan dan menangis histeris. Di malam itu juga jenazah Raden Ayu dimakamkan di situ. Selanjutnya, Ki Patih dan pengiring Raden Ayu menemui Raja dan menyampaikan pesan-pesan yang diucapkan oleh putrinya sebelum wafat. Sang Raja sangat terkejut dan menyesal terhadap tindakan dan perintahnya yang gegabah, lalu memerintahkan agar dibuatkan “keramat” buat putrinya dan Gede Sedahan Gelogor yang saat itu menjadi kepala Istana Pemecutan diangkat sebagai perawat atau juru kunci makam secara turun temurun, sampai keturunannya yang sekarang. TARU RAMBUT diatas makam Siti Khotijah. Sehari setelah pemakaman, tumbuh sebuah pohon tepat di tengah-tengah kuburan Raden Ayu. Oleh juru kunci, pohon setinggi 50 cm itu dicabutnya. Malamnya tumbuh lagi dan besoknya dicabut lagi. Begitu seterusnya sampai terulang tiga kali. Juru kunci lantas bersemedi atau tirakat di depan makam Raden Ayu dan mendapatkan bisikan ghaib agar pohon tersebut dipelihara dan terus dibiarkan hidup, karena pohon itu diyakini tumbuh dari rambut Raden Ayu, sehingga sampai saat ini pohon tersebut terkenal dengan sebutan “Pohon Rambut”, bahasa Balinya “Taru Rambut”. Tweet Share Share Share Share

sejarah makam siti khadijah di bali